A.
Defenisi
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi
yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema
(penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setelah persalinan ( Manuaba, 1998 ).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau
lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Eklampsia berasal dari bahasa yunani dan berarti “Halilintar”. Kata
tersebut dipakai karena seolah- olah gejala- gejala eklampsia timbul dengan
tiba – tiba tanpa didahului oleh tanda – tanda lain. Sekarang kita ketahui
bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan
tanda – tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul
serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantumg dari saat timbulnya
eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum dan eklampsia
puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali
persalinan mulai tidak lama kemudian.
Eklampsia adalah preaklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang
timbul bukan akibat dari kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1
: 310 ; 1999).
Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara
langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara
eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia
subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita
yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai pada
keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler,
termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre
eklampsia,tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur,
sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.
B.
Etiologi
Apa yang menjadi
penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Beberapa
teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain :
·
Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
·
Peran faktor imunologis.
·
Beberapa studi juga mendapatkan adanya
aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
·
Peran faktor genetik /familial
·
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya
frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita
preeklampsi/eklampsi.
·
Kecenderungan meningkatnya frekuensi
pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia
dan bukan pada ipar mereka.
·
Peran renin-angiotensin-aldosteron system
(RAAS)
Adapun penyebab
preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada beberapa teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :
·
Bertambahnya frekuensi pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan
·
mola hidatidosa.
·
Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya
kehamilan.
·
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita
dengan kematian janin dalam uterus.
·
Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria,
kejang dan koma.
Sebab eklampsia belum
diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan
ishaemia rahim dan plasenta (Ischaemia Utera Placentoe).
C.
Patofosiologi
Pada pre eklampsia
terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit.
Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre
eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta
dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Patofisiologi
preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan
volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik,
peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada
preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat
perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan
sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Predisposisi genetik
dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley, 1984 ). Sibai menemukan adanya
frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu wanita yang memiliki
riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif autosom yang mengatur
respons imun maternal.
D.
Manifestasi Klinis
·
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau
belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal.
Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian
aspirin atau obat sakit kepala lain
·
Gangguan penglihatan a pasien akan melihat
kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi
kebutaan sementara
·
Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa
bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
·
Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu
hati yang kadang disertai dengan muntah
·
Gangguan pernafasan sampai cyanosis
·
Terjadi gangguan kesadaran
·
Pada preeklampsia berat didapatkan sakit
kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah.
E.
Klasifikasi
Eklamsia dibagi atas
3 macam yaitu:
1.
Eklampsia gravidarum (Eklampsia antepartum)
adalah tekanan darah
tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kencing) atau edema
(penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setelah persalinan.
2.
Eklampsia parturientum (Eklampsia
intrapartum)
Intrapartum eklampsia
adalah pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah
tinggi. Intrapartum berarti bahwa itu terjadi selama pengiriman bayi. Eklampsia
adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia
dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
Tekanan darah dapat kembali normal setelah melahirkan atau mungkin bertahan
untuk jangka waktu tertentu.
3.
Eklampsia puerperale (Eklampsia post partum)
pengembangan kejang
atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi. Postpartum berarti
bahwa segera setelah melahirkan. Eklampsia adalah kondisi serius yang
memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan
peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
F.
Faktor Resiko
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan
di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang
lain adalah:
1.
Riwayat tekanan darah
tinggi yang kronis sebelum kehamilan.
2.
Riwayat mengalami
preeklampsia sebelumnya.
3.
Riwayat preeklampsia
pada ibu atau saudara perempuan.
4.
Obesitas, DM,
Molahidatidosa
5.
Mengandung lebih dari
satu orang bayi.
6.
Riwayat kencing
manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
7.
Primigravida, terutama
primigravida muda, kehamilan ganda.
G.
Komplikasi
Kompliksai yang
terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi ini biasanya terjadi pada
Preeklamsia dan Eklamsia.
·
Solutio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada
ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklamsia.
·
Hipofibrinogenemia,terjadi pada Preeklamsi
berat.
·
Hemolisis. Penderita dengan Preeklamsi berat
kadang-kadang menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah.
·
Perdarahan otak, kelainan mata (kehilangan
penglihatan sementara)
·
Edema paru-paru, nekrosis hati, kelainan
ginjal
H.
Pemeriksaan
Diagnostik
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
·
Gambaran klinik : pertambahan berat badan
yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria
·
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah
fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma,
diplopia; mual dan muntah.
·
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat,
dan tidak tenang
·
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks
meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
G.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan
darah
·
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau
kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
·
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43
vol% )
·
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450
ribu/mm3 )
b.
Urinalisis
Ditemukan protein
dalam urine.
c.
Pemeriksaan Fungsi hati
·
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60
ul.
·
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT )
meningkat ( N= 15-45 u/ml )
·
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT
) meningkat ( N= <31 u/l )
·
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl
)
2.
Tes kimia darah
Asam urat meningkat (
N= 2,4-2,7 mg/dl )Radiologi
a.
Ultrasonografi
Ditemukan retardasi
pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.
Kardiotografi
Diketahui denyut
jantung janin bayi lemah.
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eklamsi
Prinsip penataksanaan eklamsi
sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan menghentikan berulangnya serangan
konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah
keadaan ibu mengizinkan.
a.
Penderita eklamsia harus di rAwat inap di rumah
sakit
b.
Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat
penenang untuk mencegah kejang-kejang
selama dalam perjalanan. Dalam hal ini
dapat diberikan pethidin 100 mg atau luminal 200mg atau morfin 10mg.
c.
Tujuan perawatan di rumah sakit;
·
Menghentikan konvulsi
·
Mengurangi vaso spasmus
·
Meningkatkan dieresis
·
Mencegah infeksi
·
Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
·
Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan
kejang terakhir dengan tidak memperhitungkan tuannya kehamilan.
d. Sesampai
di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
·
Membersihkan
dan melapangkan jalan pernapasan
·
Menghindari
lidah tergigit
·
Pemberian
oksigen
·
Pemasangan
infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
·
Menjaga
jangan terlalu trauma
·
Pemasangan
kateter tetap(dauer kateter)
e. Observasi
ketat penderita:
·
Dalam kamar
isolasi : tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari kebisingan dan
rangsangan.
·
Dibuat
daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi, suhu
badan, reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali
sehari. Juga dicatat kesadaran dan jumlah kejang.
·
Pemberian
cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam.
·
Diperiksa
kadar protein urine 24 jam kuantitatif
f. Penatalaksanaan
pengobatan
1.
Sulfas
Magnesium injeksi MgSO4% dosis 4 gram IV perlahan-lahan selama 5-10menit,
kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gram. Jika tidak ada kontraindikasi
suntikan IM diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan
sampai 24jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada
kontraindikasi(pernapasan,reflek, dan diuresis). Harus tersedia kalsium
glukonas sebagai ntidotum. Kegunaan MgSO4 adalah:
·
Mengurangi
kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
·
Menambah
diuresis, kecuali bila ada anuria
·
Menurunkan
pernafasan yang cepat
2.
Pentotal
sodium
·
Dosis
inisal suntikan IV perlahan-lahan pentotal sodium 2,5% sebanyak 0,2-0,3gr.
·
Dengan
infus secara tetes (drips) tiap 6 jam:
- 1 gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
- ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
- ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 5 %
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5 % (selama
24 jam) Kerja pentotal sodium; menghentikan kejang dengan segara. Obat ini
hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahaya menghentikan pernapasa (apnea)
3.
Valium
(diazepam)
Dengan dosis 40 gr dalam 500cc
glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnya berikan setiap 2 jam
10mg dalam infus atau suntikan IM, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup
aman.
4.
Litik
koktil
Ada 2 macam kombinasi obat:
·
Largatil
(100mg)+ phenergen(50mg)+phetidin (100mg)
·
Phetidin
(100mg)+Chorpromazin(50mg)+Promezatin(50mg)
·
Dilarutkan
dalam glukosa 5% 500cc dan diberikan secara infuse tetes IV 4 jumlah tetesan
disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5.
Sfonograf
·
Pertama
kali morfin 20mg SC
·
½ jam
stelah 1 MgSO415 % 40cc SC
·
2jam
setelah 1 morfin 20 mg SC
·
5½ jam
setelah 1 MgSO4 15% 20-40cc SC
·
11½ jam
setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC
·
19 jam
setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC Lama pengobatan 19 jam , cara ini sekarang sudah
jarang dipakai.
6.
Pemberian
antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika
dosis tinggi setiap hari Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan.
7.
Penanganan
Obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan
penilaian tentang status obsterikus penderita: keadaan janin, keadaan serviks
dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum
penderita , direncanakan untuk mengakhiri keh amilan atau mempercepat jalannya
persalinan dengan cara yang aman.
Kalau belum inpartu,maka induksi partus
dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan atau tanpa amniotomi.
Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi
vakum atau ekstraksi forsep. Bila janin mati embriotomi
Bila serviks masih tertutup dan lancip(pada
Primi), kepala janin masih tinggi, atu ada kesan disproporsi sefalopelvik atau
ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya dilakukan sectio secaria(bila janin
hidup). Anestesi yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli
anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary
[et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Harrison . 1999. Prinsip
– Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Mansjoer A,et al.
2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI
0 komentar:
Posting Komentar