1. Pengertian hipokalemia
Hipokalemia adalah rendahnya kadar
kalium didalam darah kita. Kalium kita ketahui juga sebagai elektrolit yang
berperan penting pada fungsi syaraf dan sel otot, terutama fungsi sel otot
jantung. Obat Herbal Hipokalemia. Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam
darah) merupakan suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang
dari 3.8 mEq/L darah.
2. Gejala Hipokalemia
2. Gejala Hipokalemia
Hipokalemia ringan biasanya tidak
menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3
mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan
kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita
penyakit jantung.
3. Etiologi
3. Etiologi
Penyebab lain hipokalemia
meliputi:
1.
Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari
tubuh Anda.
2.
Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang
dapat menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti
Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan
antibiotik tertentu.
3.
Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja
dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA).
Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4.
Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan,
diare, atau berkeringat.
5.
Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat
aldosteron meningkat) - aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium.
Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom
Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6.
Miskin diet asupan kalium
(Price & Wilson, 2006)
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik).
(Ilmu Faal, Segi Praktis, hal 209)
(Price & Wilson, 2006)
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik).
(Ilmu Faal, Segi Praktis, hal 209)
4. Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan
intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam
sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF.
Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan
kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar
dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di
dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan
bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF
dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF
adalah penentuan utama potensial membran sel pada jaringan yang dapat
tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat
mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan
otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di
dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio
kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah
besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari hal
ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi
kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF.
Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi
nueromuskular yang normal, kalium adalah
suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik. (Price & Wilson, edisi 6, hal 341)
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik. (Price & Wilson, edisi 6, hal 341)
5. Manifestasi klinik
1. CNS dan
neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
2. Pernapasan;
otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
3. Saluran
cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual mmuntah.
4. Kardiovaskuler;
hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
Ginjal; poliuria,nokturia.
(Price & Wilson, 2006, hal 344)
Ginjal; poliuria,nokturia.
(Price & Wilson, 2006, hal 344)
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kalium serum
: penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
2. Klorida
serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
Glukosa serum : agak tinggi.
Glukosa serum : agak tinggi.
3. Bikarbonat
plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
4. Osmolalitas
urine : menurun.
5. GDA : pH dan
bikarbonat meningkat (Alkalosit metabolik).
(Doenges 2002, hal 1049)
(Doenges 2002, hal 1049)
7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit
hipokalemia yang paling baik adalah pencegahan. Berikut adalah contoh-contoh
penatalaksanaannya :
1.
Pemberian kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
2.
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa
rata-rata 50-100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis,
pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).
3.
Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus
intravena dalam botol infus.
4.
Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti
20 mEq/L) dapat diberikan melalui jalur sentral bahkan pada hipokalemia yang
sangat berat, dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari 20-40 mEq/jam
( diencerkan secukupnya) : pada situasi semacam ini pasien harus dipantua
melalui elektrokardigram (EKG) dan diobservasi dengan ketat terhadap
tanda-tanda lain seperti perubahan pada kekuatan otot.
(Brunner & Suddarth, 2002, hal 260).
(Brunner & Suddarth, 2002, hal 260).
8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit
hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
1.
Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang
kurang hati-hati dapat menimbulkan otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi
dapat menimbulkan kelumpuhaN.
2.
Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika
dalam pengobatan kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang memungkinkan
terlalu banyaknya kalium masuk kedalam pembuluh darah.(Ilmu Gizi, 1991, hal 99
Selain itu juga adapun hal-hal yang
dapat timbul pada hipokalemia yaitu :
1. Aritmia
(ekstrasistol
2. atrial atau
ventrikel) dapat terjadi pada keadaan hipokalemia terutama bila mendapat obat
digitalis.
3. Ileus
paralitik.
4. Kelemahan
otot sampai kuadriplegia.
5. Hipotensi
ortostatik.
6. Vakuolisasi
sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang tubulus distal.
7. Fibrosis
interstisial, atropi atau dilatasi tubulus.
8. pH urine
kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
9. Hipokalemia
yang kronik bila ekskresi kurang dari 20 mEq/L.
(Ilmu penyakit Dalam, 2001, hal.308)
(Ilmu penyakit Dalam, 2001, hal.308)
9. Pengobatan
1. Pemberian K
melalui oral atau Intravena untuk penderita berat.
2. Pemberian
kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
3. Pemberian
40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian
135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L. Bila ada intoksikasi
digitalis, aritmia, atau kadar K serum Bila kadar kalium dalam serum > 3
mEq/L, koreksi K cukup per oral.
10. Monitor
1. kadar kalium
tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara
intravena.
2. Pemberian K
intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan
kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot
pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak
20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.
3. Acetazolamide
untuk mencegah serangan.
4. Triamterene
atau spironolactone apabila acetazolamide tidak memberikan efek pada orang
tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar