BAB II
ISI
2.1
Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau dapat
hidup diluar kandungan mlalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa
bantuan ( kekuatan sendiri ).
Persalinan adalah membuka
dan menipisnya serviks, dari janin turun kedalam jalan lahir. ( Sarwono, 2011 ).
Persalinnan adalah proses
dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuan keluar dari rahim ibu. Persalinan
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (
setelah 37 minggu ) tanpa disertai dengan penyulit ( APN, 2008 ). Dari beberapa
pendapat terebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses
membuka dan menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir kenudian
berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan atau
dapat hidup diluar kandungan disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput
janin dari selaput ibu melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa
bantuan ( kekuatan sendiri ). Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu ) tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai ( inpartu
) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks ( membuka
dan menipis ) dan berakhir dengan lahirnya placenta secara lengkap. Ibu belum
inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
2.2
Factor Somatic dan Psikis Yang Mempengaruhi Kelahiran
faktor-faktor yang berpengaruh dalam kehamilan terus
menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.
Faktor-faktor
somatik (somatogenik)
a.
Neroanatomi
b.
Nerofisiologi
c.
Nerokimia
d.
tingkat
kematangan dan perkembangan organik
e.
faktor-faktor
pre dan peri - natal
2.
Faktor-faktor
psikologik ( psikogenik) :
a.
Interaksi
ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
b.
kekurangan,
distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan.
c.
Peranan
ayah
d.
Persaingan
antara saudara kandung
e.
Inteligensi
f.
hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
g.
kehilangan
yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
h.
Konsep
dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
i.
Pola
adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j.
Tingkat
perkembangan emosi
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak
turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa
saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh
psikis tertentu. Maka ada :
a.
Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan
faktor-faktor psikis.
b.
Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati
pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman
emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam
kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan
untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para
dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan
kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibuktikan oleh
faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk
memperhatikan kehidupan psikis wanita partus tadi. Pada umumnya para dokter dan
bidan menganggap tugas mereka telah selesai, apabila bayinya sudah lahir dengan
selamat, dan ibunya tidak menunjukan tanda-tanda patologis atau
kelainan-kelainan kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi(pertolongan interventif
sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat
tanda-tanda kelaianan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak
mengharapkan terjadinya proses partus yang abnormal. Bahkan ada kalanya para
dokter melakukan pembedahan (kelahiran artificial), dan menerapkan hipnose
untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka
tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang
spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern,
berkat bantuan alat-alat kebidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yag
bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang
reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan.
Yaitu memperhatikan:
a.
Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak
dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b.
Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali.
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari
kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan.
Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan.
Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada
setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul
kontraksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau
melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan:
a.
Tekanan-tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut,
ketegangan-ketegangan batin, dan sesak nafas ( sulit bernafas).
Bahkan bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik
menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering
timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk- berdiri–tidur
serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu,
dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi
terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara
psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang
amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama minggu-minggu terakhir masa
kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya
merenggangkan runitas ibu anak
yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu
menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban
derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di
warnai oleh ”sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut
mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa
cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah
banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu
secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya,
relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu
(aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan
dualitas perasaan, yaitu:
1.
Harapan-cinta-kasih; dan
2.
Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat
keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan,
untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik
antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat cepat. Pada umumnya
peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk
mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasaan-diri yang narsistis
(dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan
yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan
janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan
semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga
ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan
kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh
:
a.
Fantasi tentang bakal-bayinya yang segera lahir sebagai objek-kasih
sayang, diotambah dengan
b.
Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua
peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “ melemparkan
sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis,
sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang
menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum
waktunya).
2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi persalinan atau
sering disebut 5P, yaitu Passenger, passage, power, psikologi, dan
penolong(Bidan). Akan tetapi faktor penentu persalinan yang akan kita bahas
lebih lanjut adalah faktor psikologi.
Banyaknya wanita normal bisa merasakan kegairahan dan
kegembiraan disaat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayinya. Perasaan
positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar
terjadi realitas “kewanitaan sejati“yaitu munculnya rasa bangga bisa melahirkan
atau memproduksi anaknya. Khususnya rasa lega itu berlangsung jika kehamilannya
mengalami perpanjangan waktu.
Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa
kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang belum pasti“
sekarang menjadi hal yang nyata.
Psikologi meliputi :
Psikologi meliputi :
1.
Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan
intelektual
2.
Pengalaman bayi sebelumnya
3.
Kebiasaan adat
4.
Dukungan orang terdekat pada kehidupan ibu
2.4 Gambaran psikis yang terjadi pada Ibu bersalin
1.
Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan, adanya hambatan terhadap
keinginan pribadi dan perasaan–perasaan yang tertekan yang muncul dalam
kesadaran. Menjelang persalinan banyak hal yang menghawatirkan muncul dalam
pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama,
dan sebagainya. Terlebih bila ada sebelumnya teman atau kerabat yang
menciptakan pengalaman bersalin mereka, lengkap dengan komentar yang
menyeramkan. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat menghadapi kenyataan
atau kejadian dalam hidupnya. Para ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua
tingkat, yaitu :
1.
Tingkat psikologis
kecemasan
yang berwujud sebagai gejala‐gejala kejiwaan, seperti
tegang, bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu dan
sebagainya,
2.
Tingkat fisiologis
kecemasan
yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala‐gejala fisik, terutama pada sistem syaraf, misalnya tidak
dapat tidur, jantung berdebar‐debar, gemetar, perut mual,
dan sebagainya.
Sue,dkk (dalam Kartikasari, 1995) menyebutkan bahwa
manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal yaitu :
1.
Manifestasi kognitif
Terwujud
dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian
buruk yang akan terjadi,
2.
Perilaku motorik
Kecemasan
seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar,
3.
Perubahan somatic
Muncul
dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki kaku, diare, sering kencing,
ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain‐lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan
peningkatan detak jantung, peningkatan respirasi, ketegangan otot, peningkatan
tekanan darah dan lain‐lain,
4.
Afektif
Diwujudkan
dalam perasaan gelisah, perasaan tegang yang berlebihan.
Efek dari kecemasan dalam persalinan dapat
mengakibatkan kadar katekolamin yang berlebihan pada Kala 1 menyebabkan
turunnya aliran darah ke rahim, turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah
ke plasenta, turunnya oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat
meningkatkan lamanya Persalinan Kala 1.
Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya
tanda-tanda persalinan. Kontraksi yang lama kelamaan meningkat menambah beban
ibu, sehingga kekhawatiran bertambah. Pada kondisi inilah perasaan khawatir ,
bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga
persalinan yang diperkirakan lancer, berantakan akibat ibu panik. Kecemasan
mengakibatkan peningkatan hormone stress ( stress related hormone ).
Stress persalinan tidak hanya berakibat pada ibu,
tetapi juga teradap janin. Sebab ibu yang mengalami stress, sinyalnya berjalan
lewat aksis HPA ( Hipotalamus-Pituitari-Adrenal ) dapat menyebabkan lepasnya
hormone stres antara lain ACTH,Kortisol, katekolaminn, beta endokrin, GH,
Prolaktin, dan LH/FSH. Akibatnya terjadi vasokonstriksi sistemk, termasuk
konstriksi vasa utero plasenta yang menyebabkan gangguuan aliran darah didalam
rahim, sehingga penyampaian oksigen kedalam miometrium terganggu, berakibat
melemahnya konstruksi otot rahim. Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya
proses persalinan ( partus lama ) sehingga janin dapat mengalami kegawatan (
fetal-distres ).
Disamping itu dapat menyebabkan kortisol, berakibat
menurunkan respon ibu dan janin. Dengan demikian stres persalinan dapat
membahayakan ibu dan bayinya. Akibat tersebut terbawa sampai periode pasca
persalinan, misalnya terganggunya produksi ASI, melambatnya penyembuhan luka
persalinan, kekuatan bayi menyusu ibu melemah sehingga penambahan berat bayi
lambat. Hasil akhirnya kontak fisik ibu dan anak terganggu dengan berbagai
akibatnya. ( Yanti, 2009 )
Secara epidemiologis, kecemasan dapat terjadi pada
semua persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Felman
et al (dalam Aryasatiani, 2005) dalam penelitiannya menemukan lebih dari 12 %
ibu‐ibu yang pernah melahirkan mengatakan
bahwa mereka mengalami cemas pada saat melahirkan dimana pengalaman
tersebut merupakan saat‐saat tidak menyenangkan
dalam hidupnya. Rasa takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan
pengeluaran adrenalin.
Hal ini mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan
mengurangi aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi
penurunan kontraksi rahim yang akan menyebabkan memanjangnya waktu persalinan.
Hal ini kurang menguntungkan bagi ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu.
Penelitian yang berkaitan dengan kejadian persalinan
lama, 65% disebabkan karena kontraksi uterus yang tidak efisien. Menurut Old et
al (2000), adanya disfungsional kontraksi uterus sebagai respon terhadap
kecemasan sehingga menghambat aktifitas uterus. Respon tersebut adalah bagian
dari komponen psikologis, sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor psikologis
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan proses persalinan. Takut
biasanya dialami pada hal – hal yang belum diketahui ibu sehingga ibu tidak
siap untuk melahirkan atau persalinan tidak sesuai dengan jadwal, ibu akan
mengalami kelelahan, tegang selama kontraksi dan nyeri yang luar biasa sehingga
ibu menjadi cemas. Kecemasan juga bisa terjadi karena pengalaman buruk kerabat
atau teman tentang persalinan dan kenyataan bahwa kehamilan yang beresiko juga
menyebabkan ibu tidak siap menghadapi persalinan. Tenaga medis dan situasi
tempat yang tidak bersahabat dapat mempengaruhi rasa nyaman ibu untuk
melahirkan.
Terkadang hambatan psikologis lebih besar pengaruhnya
dibandingkan fisik. Sering juga terjadi baik gangguan fisik maupun psikologis
berpadu menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan, mekanisme ini disebut
incoordinate uterine action. Soewandi (1997) menyatakan bahwa pengetahuan yang
rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang
suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat
menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang
rendah tentang proses persalinan, hal‐hal yang akan dan harus
dialami oleh ibu sebagai dampak dari kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan
karena kurangnya informasi yang diperoleh. Menurut Pilliteri (2002) rasa takut,
lelah dan kultur akan mempengaruhi respon psikologis berupa cemas yang terjadi
pada wanita menjelang persalinan.
Dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur ibu akan
mendapatkan informasi/pendidikan kesehatan sehingga diharapkan ibu bisa lebih
siap menghadapi persalinan dengan penuh percaya diri. Kecemasan pada ibu
bersalin kala I bisa berdampak meningkatnya sekresi adrenalin. Salah satu efek
adrenalin adalah konstriksi pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke janin
menurun. Penurunan aliran darah juga menyebabkan melemahnya kontraksi rahim dan
berakibat memanjangnya proses persalinan. Tidak hanya sekresi adrenalin yang
meningkat tetapi sekresi ACTH (Adrenocorticotropic hormone) juga meningkat,
menyebabkan peningkatan kadar kortisol serum dan gula darah.
Sebagaimana yang diungkapkan Mc. Kinney, et al
(2000bahwa kecemasan dapat timbul dari reaksi seseorang terhadap nyeri. Hal ini
akan meningkatkan aktifitas saraf simpatik dan meningkatkan sekresi
katekolamin. Sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan
aliran darah ke plasenta sehinga membatasi suplai oksigen serta penurunan
efektifitas dari kontraksi uterus yang dapat memperlambat proses persalinan.
2.
Ketakutan
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis
yang menyertai kehidupan hampir setiap wanita. Walaupun prosesnya fisiologis,
tetapi pada umumnya menakutkan, karena disertai nyeri yang berat, bahkan kadang
menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa.
Kegelisahan
dan respon endokrin akan mengakibatkan :
a.
Retensi Na ( Natrium )
b.
Ekskresi K ( Kalium )
c.
Penurunan glukosa, sehingga dapat mempengaruhi sekresi
epinephrine dan dapat menghambat aktivitas myometrium.
Perubahan fungsi berbagai
organ selama kehamilan dan perubahan status vital selama persalinan dapat
menggoncangkan homoestasis tubuh secara keseluruhan. Nyeri persalinan sendiri
sebenarnya adalah nyeri kontraksi miometrium disertai mekanisme perubahan
fisiologis dan biokimiawi. Disamping itu faktor fisik, faktor psikologis emosi
dan motivasi juga mempengaruhi timbulnya nyeri persalinan.
Kecemasan, kelelahan,
kehabisan tenaga dan kekhawatiran ibu menyatu menjadi satu sehingga dapat
memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Nyeri karena persalinan pada setiap
wanita tidak akan sama walaupun pada wanita yang samapun, nyeri karena
persalinan saat ini tidak sama dengan persalinan yang lalu ( Schats, 1986 ).
Oleh karenanya strategi coping setiap individu dapat menurunkan intensitas
nyeri.
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika Ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau apa yang disampaikan kepadanya.
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika Ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau apa yang disampaikan kepadanya.
Wanita bersalin biasanya
akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya. Perilaku dan penampilan wanita
serta pasangannya merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang akan
diperlukannya. Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang diinginkan dalam
melahirkan , memenuhi harapan wanita akan hasil akhir persalinannya. Membantu
wanita menghemat tenaga, mengendalikan rasa nyeri merupakan suatu dukungan
dalam mengurangi kecemasan pasien.
Wanita hamil yang siap
secara fisik dan mental akan menjalani proses kehamilan hingga proses
persalinan dengan lancar. Permasalahannya tidak semua wanita siap secara fisik
dan mental. Menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul dalam
pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama,
dan sebagainya. Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya
tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi yang lama-kelamaan meningkat menambah
beban ibu, sehingga kekhawatiran pun bertambah.
Pada kondisi inilah perasaan
khawatir, bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu
sehingga persalinan yang diperkirakan lancar, berantakan akibat ibu panik.
Kekhawatiran yang teramat sangat pun bisa membuat otot-otot, termasuk otot di
jalan lahir, bekerja berlawanan arah, karena dilawan oleh ibu yang kesakitan.
Akibatnya, jalan lahir menyempit dan proses persalinan berjalan lebih lama dan
sangat menyakitkan. Bahkan bisa sampai terhenti.
Kekhawatiran-kekhawatiran
ini kadang tidak berhenti begitu persalinan berakhir, melainkan berlanjut
hingga setelah melahirkan. Terbukti, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan
seperti, “Gimana bayi saya, Dok? Sehat atau tidak? Apakah anggota tubuhnya
lengkap?” Apalagi bila ibu mengalami perdarahan, wajar bila ada kekhawatiran
tersendiri, “Akankah terjadi infeksi? Berapa banyak robeknya? Dijahit berapa
banyak?” Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan wujud dari kekhawatiran si ibu.
2.5 Cara mengatasi masalah psikologis ibu pada saat persalinan
1. Kegiatan konseling pada ibu melahirkan merupakan pemberian bantuan kepada ibu yang akan melahirkan. Adapun langkah-langkah konseling kebidanan pada ibu melahirkan seperti:
a. Menjalin hubungan yang mengenakan (rapport) dengan klien.
b. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dukungan yang positif.
1. Kegiatan konseling pada ibu melahirkan merupakan pemberian bantuan kepada ibu yang akan melahirkan. Adapun langkah-langkah konseling kebidanan pada ibu melahirkan seperti:
a. Menjalin hubungan yang mengenakan (rapport) dengan klien.
b. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dukungan yang positif.
•
c. Kehadiran
Merupakan bentuk tindakan aktif keterampilan yang meliputi mengatasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total kepada klien. Bidan dalam memberikan pendampingan klien yang bersalin difokuskan secar fisik dan psikologis.
d. Mendengarkan
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien
e. Sentuhan dalam pendampingan klien yang bersalin
Merupakan bentuk tindakan aktif keterampilan yang meliputi mengatasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total kepada klien. Bidan dalam memberikan pendampingan klien yang bersalin difokuskan secar fisik dan psikologis.
d. Mendengarkan
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien
e. Sentuhan dalam pendampingan klien yang bersalin
0 komentar:
Posting Komentar