RSS

Faktor somatik (Psikis Kelahiran & Proses persalinan)



BAB II
ISI
2.1    Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan mlalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan  ( kekuatan sendiri ).
Persalinan adalah membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun kedalam jalan lahir. ( Sarwono, 2011 ).
Persalinnan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuan keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu ) tanpa disertai dengan penyulit ( APN, 2008 ). Dari beberapa pendapat terebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir kenudian berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari selaput ibu melalui jalan lahir,  dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri ). Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu ) tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai ( inpartu ) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks ( membuka dan menipis ) dan berakhir dengan lahirnya placenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. 
2.2    Factor Somatic dan Psikis Yang Mempengaruhi Kelahiran
faktor-faktor yang berpengaruh dalam kehamilan terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.         Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a.         Neroanatomi
b.        Nerofisiologi
c.         Nerokimia
d.        tingkat kematangan dan perkembangan organik
e.         faktor-faktor pre dan peri - natal
2.         Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a.         Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
b.        kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan.
c.         Peranan ayah
d.        Persaingan antara saudara kandung
e.         Inteligensi
f.         hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
g.        kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
h.        Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
i.          Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j.          Tingkat perkembangan emosi
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada :
a.         Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan faktor-faktor psikis.
b.         Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibuktikan oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk memperhatikan kehidupan psikis wanita partus tadi. Pada umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai, apabila bayinya sudah lahir dengan selamat, dan ibunya tidak menunjukan tanda-tanda patologis atau kelainan-kelainan kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi(pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat tanda-tanda kelaianan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak mengharapkan terjadinya proses partus yang abnormal. Bahkan ada kalanya para dokter melakukan pembedahan (kelahiran artificial), dan menerapkan hipnose untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern, berkat bantuan alat-alat kebidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yag bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan. Yaitu memperhatikan:
a.         Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b.         Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali.
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul kontraksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan:
a.         Tekanan-tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut, ketegangan-ketegangan batin, dan sesak nafas ( sulit bernafas).
Bahkan bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk- berdiri–tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya merenggangkan runitas ibu anak yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di warnai oleh ”sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan dualitas perasaan, yaitu:
1.         Harapan-cinta-kasih; dan
2.         Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat cepat. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasaan-diri yang narsistis (dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama  mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.         Fantasi tentang bakal-bayinya yang segera lahir sebagai objek-kasih sayang, diotambah dengan
b.         Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “ melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum waktunya).
2.3    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi persalinan atau sering disebut 5P, yaitu Passenger, passage, power, psikologi, dan penolong(Bidan). Akan tetapi faktor penentu persalinan yang akan kita bahas lebih lanjut adalah faktor psikologi.
Banyaknya wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan disaat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati“yaitu munculnya rasa bangga bisa melahirkan atau memproduksi anaknya. Khususnya rasa lega itu berlangsung jika kehamilannya mengalami perpanjangan waktu.        
Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “keadaan yang belum pasti“ sekarang menjadi hal yang nyata. 
Psikologi meliputi :
1.         Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
2.         Pengalaman bayi sebelumnya          
3.         Kebiasaan adat
4.         Dukungan orang terdekat pada kehidupan ibu
2.4    Gambaran psikis yang terjadi pada Ibu bersalin
1.         Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi dan perasaan–perasaan yang tertekan yang muncul dalam kesadaran. Menjelang persalinan banyak hal yang menghawatirkan muncul dalam pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama, dan sebagainya. Terlebih bila ada sebelumnya teman atau kerabat yang menciptakan pengalaman bersalin mereka, lengkap dengan komentar yang menyeramkan. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. Para ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua tingkat, yaitu :
1.        Tingkat psikologis
kecemasan yang berwujud sebagai gejalagejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya,


2.        Tingkat fisiologis
kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejalagejala fisik, terutama pada sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebardebar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Sue,dkk (dalam Kartikasari, 1995) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal yaitu :
1.        Manifestasi kognitif
Terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi,
2.        Perilaku motorik
Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar,
3.        Perubahan somatic
Muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki kaku, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lainlain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, peningkatan respirasi, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lainlain,
4.        Afektif
Diwujudkan dalam perasaan gelisah, perasaan tegang yang berlebihan.
Efek dari kecemasan dalam persalinan dapat mengakibatkan kadar katekolamin yang berlebihan pada Kala 1 menyebabkan turunnya aliran darah ke rahim, turunnya kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta, turunnya oksigen yang tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya Persalinan Kala 1.
Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya tanda-tanda persalinan. Kontraksi yang lama kelamaan meningkat menambah beban ibu, sehingga kekhawatiran bertambah. Pada kondisi inilah perasaan khawatir , bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga persalinan yang diperkirakan lancer, berantakan akibat ibu panik. Kecemasan mengakibatkan peningkatan hormone  stress ( stress related hormone ).
Stress persalinan tidak hanya berakibat pada ibu, tetapi juga teradap janin. Sebab ibu yang mengalami stress, sinyalnya berjalan lewat aksis HPA ( Hipotalamus-Pituitari-Adrenal ) dapat menyebabkan lepasnya hormone stres antara lain ACTH,Kortisol,  katekolaminn, beta endokrin, GH, Prolaktin, dan LH/FSH. Akibatnya terjadi vasokonstriksi sistemk, termasuk konstriksi vasa utero plasenta yang menyebabkan gangguuan aliran darah didalam rahim, sehingga penyampaian oksigen kedalam miometrium terganggu, berakibat melemahnya konstruksi otot rahim. Kejadian tersebut menyebabkan makin lamanya proses persalinan ( partus lama ) sehingga janin dapat mengalami kegawatan ( fetal-distres ).
Disamping itu dapat menyebabkan kortisol, berakibat menurunkan respon ibu dan janin. Dengan demikian stres persalinan dapat membahayakan ibu dan bayinya. Akibat tersebut terbawa sampai periode pasca persalinan, misalnya terganggunya produksi ASI, melambatnya penyembuhan luka persalinan, kekuatan bayi menyusu ibu melemah sehingga penambahan berat bayi lambat. Hasil akhirnya kontak fisik ibu dan anak terganggu dengan berbagai akibatnya. ( Yanti, 2009 )
Secara epidemiologis, kecemasan dapat terjadi pada semua persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Felman et al (dalam Aryasatiani, 2005) dalam penelitiannya menemukan lebih dari 12 % ibuibu yang pernah melahirkan mengatakan bahwa mereka mengalami cemas pada saat melahirkan  dimana pengalaman tersebut merupakan saatsaat tidak menyenangkan dalam hidupnya. Rasa takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan pengeluaran adrenalin.
Hal ini mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi penurunan kontraksi rahim yang akan menyebabkan memanjangnya waktu persalinan. Hal ini kurang menguntungkan bagi ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu.
Penelitian yang berkaitan dengan kejadian persalinan lama, 65% disebabkan karena kontraksi uterus yang tidak efisien. Menurut Old et al (2000), adanya disfungsional kontraksi uterus sebagai respon terhadap kecemasan sehingga menghambat aktifitas uterus. Respon tersebut adalah bagian dari komponen psikologis, sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor psikologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan proses persalinan. Takut biasanya dialami pada hal – hal yang belum diketahui ibu sehingga ibu tidak siap untuk melahirkan atau persalinan tidak sesuai dengan jadwal, ibu akan mengalami kelelahan, tegang selama kontraksi dan nyeri yang luar biasa sehingga ibu menjadi cemas. Kecemasan juga bisa terjadi karena pengalaman buruk kerabat atau teman tentang persalinan dan kenyataan bahwa kehamilan yang beresiko juga menyebabkan ibu tidak siap menghadapi persalinan. Tenaga medis dan situasi tempat yang tidak bersahabat dapat mempengaruhi rasa nyaman ibu untuk melahirkan.
Terkadang hambatan psikologis lebih besar pengaruhnya dibandingkan fisik. Sering juga terjadi baik gangguan fisik maupun psikologis berpadu menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan, mekanisme ini disebut incoordinate uterine action. Soewandi (1997) menyatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang rendah tentang proses persalinan, halhal yang akan dan harus dialami oleh ibu sebagai dampak dari kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. Menurut Pilliteri (2002) rasa takut, lelah dan kultur akan mempengaruhi respon psikologis berupa cemas yang terjadi pada wanita menjelang persalinan.
Dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur ibu akan mendapatkan informasi/pendidikan kesehatan sehingga diharapkan ibu bisa lebih siap menghadapi persalinan dengan penuh percaya diri. Kecemasan pada ibu bersalin kala I bisa berdampak meningkatnya sekresi adrenalin. Salah satu efek adrenalin adalah konstriksi pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke janin menurun. Penurunan aliran darah juga menyebabkan melemahnya kontraksi rahim dan berakibat memanjangnya proses persalinan. Tidak hanya sekresi adrenalin yang meningkat tetapi sekresi ACTH (Adrenocorticotropic hormone) juga meningkat, menyebabkan peningkatan kadar kortisol serum dan gula darah.
Sebagaimana yang diungkapkan Mc. Kinney, et al (2000bahwa kecemasan dapat timbul dari reaksi seseorang terhadap nyeri. Hal ini akan meningkatkan aktifitas saraf simpatik dan meningkatkan sekresi katekolamin. Sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan aliran darah ke plasenta sehinga membatasi suplai oksigen serta penurunan efektifitas dari kontraksi uterus yang dapat memperlambat proses persalinan.
2.         Ketakutan
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang menyertai kehidupan hampir setiap wanita. Walaupun prosesnya fisiologis, tetapi pada umumnya menakutkan, karena disertai nyeri yang berat, bahkan kadang menimbulkan kondisi fisik dan mental yang mengancam jiwa.

Kegelisahan dan respon endokrin akan mengakibatkan :
a.         Retensi Na ( Natrium )
b.        Ekskresi K ( Kalium )
c.         Penurunan glukosa, sehingga dapat mempengaruhi sekresi epinephrine dan dapat menghambat aktivitas myometrium.
Perubahan fungsi berbagai organ selama kehamilan dan perubahan status vital selama persalinan dapat menggoncangkan homoestasis tubuh secara keseluruhan. Nyeri persalinan sendiri sebenarnya adalah nyeri kontraksi miometrium disertai mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Disamping itu faktor fisik, faktor psikologis emosi dan motivasi juga mempengaruhi timbulnya nyeri persalinan.
Kecemasan, kelelahan, kehabisan tenaga dan kekhawatiran ibu menyatu menjadi satu  sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Nyeri karena persalinan pada setiap wanita  tidak akan sama walaupun pada wanita yang samapun, nyeri karena persalinan saat ini tidak sama dengan persalinan yang lalu ( Schats, 1986 ). Oleh karenanya strategi coping setiap individu dapat menurunkan intensitas nyeri.
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika Ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau apa yang disampaikan kepadanya.
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya. Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang akan diperlukannya. Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang diinginkan dalam melahirkan , memenuhi harapan wanita akan hasil akhir persalinannya. Membantu wanita menghemat tenaga, mengendalikan rasa nyeri merupakan suatu dukungan dalam mengurangi kecemasan pasien.
Wanita hamil yang siap secara fisik dan mental akan menjalani proses kehamilan hingga proses persalinan dengan lancar. Permasalahannya tidak semua wanita siap secara fisik dan mental. Menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul dalam pikiran ibu. Takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama, dan sebagainya. Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi yang lama-kelamaan meningkat menambah beban ibu, sehingga kekhawatiran pun bertambah.
Pada kondisi inilah perasaan khawatir, bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga persalinan yang diperkirakan lancar, berantakan akibat ibu panik. Kekhawatiran yang teramat sangat pun bisa membuat otot-otot, termasuk otot di jalan lahir, bekerja berlawanan arah, karena dilawan oleh ibu yang kesakitan. Akibatnya, jalan lahir menyempit dan proses persalinan berjalan lebih lama dan sangat menyakitkan. Bahkan bisa sampai terhenti.
Kekhawatiran-kekhawatiran ini kadang tidak berhenti begitu persalinan berakhir, melainkan berlanjut hingga setelah melahirkan. Terbukti, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, “Gimana bayi saya, Dok? Sehat atau tidak? Apakah anggota tubuhnya lengkap?” Apalagi bila ibu mengalami perdarahan, wajar bila ada kekhawatiran tersendiri, “Akankah terjadi infeksi? Berapa banyak robeknya? Dijahit berapa banyak?” Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan wujud dari kekhawatiran si ibu. 
2.5  Cara mengatasi masalah psikologis ibu pada saat persalinan
1.   Kegiatan konseling pada ibu melahirkan merupakan pemberian bantuan kepada ibu yang akan melahirkan. Adapun langkah-langkah konseling kebidanan pada ibu melahirkan seperti:
a. Menjalin hubungan yang mengenakan (rapport) dengan          klien.
b.   Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dukungan yang positif.
      c.   Kehadiran
      Merupakan bentuk tindakan aktif keterampilan yang            meliputi mengatasi semua kekacauan/kebingungan,   memberikan perhatian total kepada klien. Bidan dalam       memberikan pendampingan klien yang bersalin         difokuskan secar fisik dan psikologis.
d.   Mendengarkan
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien
e.    Sentuhan dalam pendampingan klien yang bersalin



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 Embung Kebidanan. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates